Mama dan Aku
Feb
16
Keikhlasan seorang ibulah yang telah melahirkan aku dengan selamat kedunia ini. Aku memanggilnya mama. Mama lah mengajarkan banyak hal, terutama membersihkan rumah. Dari aku duduk dibangku SD kelas 2 aku sudah dikenalkannya dengan menyapu dan menlap lantai. Meski masih tidak terlalu kering perasaan airku yang membuat lantai rumah becek.
Mama juga memaksa aku masuk dapur sejak SMP. Kebiasaanku sepulang sekolah langsung membantu menyapu atau melap lantai. Memasak nasi, memasak air, dll. Jika hari libur kadang aku membantu mencuci dan menyetrika.
Aku anak pertama dari 4 bersaudara, maka sudah sepatutnya mama menyiapkan aku sebagai pengganti dirinya. Mengajarkan ku untuk mandiri seperti menabung dari uang jajanku yang kelak dapat kugunakan untuk membeli kebutuhan ku sendiri, seperti sepatu, tas, dll.
Mulai aku duduk dibangku SMA, aku sudah mulai merasa bosan mengerjakan hal yang sama setiap hari, sedang adik-adikku tidak melakukan sebanyak tugasku. Banyak protesku terhadap perintahnya, kadang aku merasa jadi anak nakal.
Di akhir kelulusan SMA, saat teman-temanku sibuk memilih akan meneruskan kuliah di mana. Mama sudah memilihkan kampus buat ku. Mama memilihkan aku kuliah dijurusan akuntansi. Sedang aku ingin kuliah di jurusan IPA dan ingin mencoba ke IPB. Keinginanku kandas, karena kedua orang tua ku tidak mengijinkan kuliah diluar jakarta, bahkan ketika aku terpaksa membantah keinginannya justru membuat mama berteriak seraya berkata "Kuliah ditempat pilihan mama atau tidak akan ada yang biayai kamu!".
Dunia impian ku serasa runtuh dihadapan ku. Bukannya mamaku yang memegang kendali rumah tangga. Tetap Papa lah kepala rumah tangganya. Hanya saja saat itu kondisi pekerjaan papa sedang memprihatinkan dan untuk biaya kuliahku mama terpaksa membongkar tabungan miliknya yang telah diberikan oleh orang tuanya.
Saat UMPTN tiba, aku nekat tetap mencoba universitas yang ku incar. Tapi Allah SWT memang menentukan lain, aku tidak lulus UMPTN. Maka akupun akhirnya berkuliah di kampus pilihan mama. Hari-hari berjalan seperti biasa, dimana aku bangun pagi, membantu membersihkan rumah, memasak nasi, mencuci, dll.
Tahun 2005, tepat tanggal 7 januari. Aku kehilangan papa tercinta. Saat itu hari jum'at, papa ada jadwal mengantar rombongan umroh ke bandara. Tetapi papa memutuskan untuk sholat jum'at dirumah. Kebetulan jum'at itu jadwal papa memberikan khutbah. Setelah sholat selesai dilaksanakan, sebagian orang sudah ada yang meninggalkan masjid dan sebagian ada masih didalam masjid. Papa baru saja selesai dari sholat sunnahnya dan bermaksud bersalaman dengan yang lain, tiba-tiba limbung dan jatuh kelantai. Segera dibawa kerumah sakit, tetapi tidak tertolong. Aku telah kehilangan lelaki ganteng ku.
Mamalah yang mengambil peran papa. Mama memutuskan untuk membuka warung kelontong kecil dihalaman rumah kami. Hasilnya memang tidak seberapa, tetapi cukup membantu menambah pemasukan. Tak sedikit mama kena tipu, seperti pembeli yang menggunakan uang palsu, berhutang tidak mau membayar, bahkan pembeli yang mengambil barang dagangan saat aku atau mama mencari kembalian uang.
Semua usaha itu mama buka menggunakan tabungannya. Setahun telah berlalu, mungkin terasa berat dan melelahkan buat mama yang memang mengidap diabetes sejak beberapa tahun sebelumnya. Suatu hari mama terjatuh dikamar mandi dan membuatnya terserang stroke ringan dengan kondisi bicara kurang jelas, jalan agak pincang. Mama tidak mau dirawat dirumah sakit dan memutuskan untuk dirawat dengan akupuntur dan refleksi saja. Alhamdulillah, keadaannya pulih setelah mengikuti terapi selama tiga bulan.
Ternyata ujian kami tidak hanya sampai disini, saat mama sedang berkunjung kerumah kakaknya, mama kembali jatuh dan terkena stroke ringan lagi, dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Tapi kali ini adik-adik kandung mama memaksa mama untuk dibawa kerumah sakit dan dirawat disana. Mama menangis menolak, tetapi dihiraukan. Saat mendengar kabar ini, aku masih dikampus. Langsung aku memutuskan pulang dan meninggalkan kuliahku.
Mama dirawat hanya 10 hari saja, tapi perubahan yang terjadi dengannya sangat drastis. Mama tak lagi bisa bicara, duduk dan berjalan. Bahkan kepulangannya kerumah mama menggunakan kursi roda. Mama hanya bisa terbaring ditempat tidur dan segala sesuatunya aku yang membantu mengerjakan. Mulai dari makan hingga membuang air.
Tepat seminggu kepulangannya dari rumah sakit, tiba-tiba pukul 01.00 mama sesak nafas, bahkan seperti orang mendengkur. Akhirnya malam itu juga mama dibawa oleh om ku menggunakan ambulan ke UGD RS setempat, disana mama tidak mendapat kamar ICU. Karena kondisi mama yang harus segera dirawat di kamar ICU membuat aku dan om ku memutuskan untuk pindah RS. Rupanya hal tersebut mempunyai resiko yang sangat berbahaya untuk mama. Berkat perlindungan Allah SWT mama baik-baik saja tiba diRS dibilangan jakarta pusat.
Mulai saat itu mama dirawat di rumah sakit itu selama 4 bulan dengan bolak-balik antara kamar ICU dan perawatan biasa. Kuliah ku tetap ku jalani seperti biasa, saat ku berangkat kuliah, mama ku titip dengan perawat disana. Adik-adikku juga tetap bersekolah seperti biasa. Hanya saja malamnya pasti kami bermalam disana secara bergantian.
Hampir genap empat bulan mama dirawat diRS ini. Kuliahku sudah tingkat akhir, sedang menyusun skripsi. Sambil menjaga diicu, sambil ku bawa buku bacaan untuk melengkapi skripsiku. Saat itu aku juga sudah mulai mencari pekerjaan dan mengirim lamaran via email. Suatu waktu aku menjaga mama di ICU, telponku berdering dan ternyata itu adalah panggilan kerja untuk ku.
Meski mama di ICU, tapi dia masih dapat mendengar dan mengerti dengan baik apa yang diucapkan orang disekitarnya. Mama sudah membaik kondisinya dan dipindahkan ke kamar biasa. Aku sudah diterima kerja di daerah jakarta utara. Aku dan adikku bergantian menjaga pagi dan malam. Saat siang mama ku titipkan dengan suster.
Setiap keluarga yang menjenguk mama, pasti menyarankan agar aku dan adik-adikku banyak meminta maaf kepada mama dan mengatakan kalau kami semua ikhlas jika harus ditinggal oleh mama. Hal tersebut ternyata membuat mama sedih, karena ketika adikku melakukan itu ada buliran bening disudut mata mama yang jatuh mengalir. Jlebbb, terasa ada pisau yang menusuk dihatiku ketika melihat hal itu. Bagaimana tidak?ketika sedang terbaring sakit dan dikatakan semua yang ada disitu ikhlas jika kita harus "pergi".
Tiga hari pertama kerja ku, aku sempat terserang tipes. Karena aku berangkat kerja dari rumah sakit dan pulang kerumah sakit. Tidur juga dirumah sakit, disamping ranjang mama berbaring dan aku dilantai beralaskan selembar kain.
Akhirnya mama pulang kerumah. Tanteku membantu memberikan suster yang akan merawat mama sehari-hari. 4 hari kemudian, tepatnya hari rabu tanggal 5 April 2005 dimana aku baru saja menerima gaji pertama ku. Tante ku menelpon dan meminta dengan paksa agar aku berhenti kerja untuk menjaga mama karena dikhawatirkan ini adalah saat terakhir bersamanya. Memang dikeluargaku anak perempuan jarang yang boleh bekerja setelah lulus kuliah.
Aku bersikeras kalau aku akan tetap bekerja, meski terpaksa membantah permintaan tanteku. Bahkan akhirnya dengan tega ku meminta persetujuan mama untuk tetap bekerja, karena aku percaya ridho orangtua terutama ibu adalah ridho Allah SWT. Aku menghampiri mama yang terbaring diranjang. Lalu aku membisikkan kepadanya "ma, kakak boleh kerjakan?jika boleh, alis mama dinaikkin ya". Alhamdulillah mama merespon pertanyaan ku dengan menaikkan alisnya. Aku sudah mendapatkan restu mama, maka tak ada lagi halangan untuk berhenti kerja.
Rupanya itu adalah percakapan terakhirku dengan mama. Karena kamis malam, mama sudah mulai tak sadar. Nafasnya sudah memberat dan matanya mulai sering melihat keatas. Suster yang menjaga mama mengatakan agar aku dan adikku membacakan ayat alqur'an disekitar mama. Kami melakukan itu hingga terlelap. Jum'at pagi kuputuskan untuk tidak masuk kerja dan memberikan kabar ini kepada adikku yang sedang kuliah dibogor. Suster yang menjaga mama mengatakan bahwa kotoran mama sudah menghitam. Seingatku itu juga merupakan tanda-tanda selain mata membelalak ke atas.
Ku menghampiri mama dan membisikkannya kalimat syahadat. Bahkan kata اَللّهُ saja. Berulang tanpa putus ku bisikkan kepadanya. Seraya ku mengabarkan kepada adikku kondisi mama terakhir. Dia minta bicara dengan mama, aku sambung telponnya ke ketelinga mama dan dia berkata "mama, tunggu aya pulang dulu ya". Sedih hati mendengarnya, karena saat kepergian papa dia juga tidak ada dirumah karena sedang kuliah dibogor.
Pukul 11.00 mama menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah kakak laki-lakinya mengatakan akan menjaga aku dan adik-adikku. Adik kecilku sontak menangis menjerit. Kami mengikhlaskan mama pergi. Mama pergi dihari dan tanggal yang sama dengan papa, tanggal 7 April 2006 dihari jum'at. Aku dan adik-adikku kehilangan mama. Tapi kami tak kehilangan kenangan indahnya. Justru kami merasa belum cukup waktu kami untuk membahagiakannya, karena kami sering membuatnya menangis. Semoga Allah SWT menjaga mama dan papa disana. Semoga Allah SWT mengampuni dosanya dan memasukkannya ke surga yang paling baik. Aamiin..
Nihlaa Hilaby
Diatas dipan kayu 201202051310
Diatas dipan kayu 201202051310
0 comments:
Post a Comment